Postingan

Menampilkan postingan dari Maret, 2017

Teori Interaksi Simbolis

Perkelahian Pelajar Perkelahian, atau yang sering disebut tawuran, sering terjadi di antara pelajar. Bahkan bukan “hanya” antar pelajar SMU, tapi juga sudah melanda sampai ke kampus- kampus. Ada yang mengatakan bahwa berkelahi adalah hal yang wajar pada remaja. Di kota-kota besar seperti Jakarta, Surabaya, dan Medan, tawuran ini sering terjadi. Data di Jakarta misalnya (Bimmas Polri Metro Jaya), tahun 1992 tercatat 157 kasus perkelahian pelajar. Tahun 1994 meningkat menjadi 183 kasus dengan menewaskan 10 pelajar, tahun 1995 terdapat 194 kasus dengan korban meninggal 13 pelajar dan 2 anggota masyarakat lain. Tahun 1998 ada 230 kasus yang menewaskan 15 pelajar serta 2 anggota Polri, dan tahun berikutnya korban meningkat dengan 37 korban tewas. Terlihat dari tahun ke tahun jumlah perkelahian dan korban cenderung meningkat. Bahkan sering tercatat dalam satu hari terdapat sampai tiga perkelahian ditiga tempat sekaligus. Permasalahan sosial dalam artikel ini berhubu...

Teori Fungsionalisme

D am pak Buruk Sekolahkan Anak yang Baru Berusia 4 Tahun Kebanyakan orangtua modern memilih masukkan anak mereka ke sekolah saat umurnya tergolong masih sangat muda, contohnya 4 tahun. Ini dikarenakan mereka berpikir anak yang dilatih fungsi otaknya pada usia dini akan membuatnya jauh lebih pintar dan unggul dibandingkan yang lain.  Secara fisik saja anak umur emat tahun belum siap untuk memulai sekolah. Daya tangkap dan daya koordinasi mereka juga umumnya masih sangat lemah. Kemampuan untuk memahami semua mata pelajaran yang diberikan guru selama di sekolah masih tergolong minim. Para peneliti dari Universitas Loughborough mengatakan yang terjadi saat ini memang cukup banyak orangtua "memaksa" anak-anak mereka untuk sekolah. Padahal jika dinilai dari sisi usia, anak-anak di bawah umur lima tahun harus lebih banyak bermain sambil belajar, bukan belajar dan istirahat hanya beberapa menit saja. Para peneliti juga menemukan sangat sedikit anak-anak modern yang mengh...

Analisis Puisi "Aroma Maut" karya Hamid Jabbar

AROMA MAUT Karya Hamid Jabbar Berapakah jarak antara hidup dan mati, sayangku? Barangkali satu denyut lepas, o satu denyut lepas tepat di saat tak jelas batas-batas, sayangku: Segalanya terhempas, o segalanya terhempas! (Laut masih berombak, gelombangnya entah ke mana. Angin masih berhembus, topannya entah ke mana. Bumi masih beredar, getarnya sampai ke mana? Semesta masih belantara, sunyi sendiri ke mana?) Berapakah jarak antara hidup dan mati, sayangku? Barangkali hilir-mudik di suatu titik tumpang-tindih merintih dalam satu nadi, sayangku: Sampai tetes-embun pun selesai, tak menitik! (Gelombang lain datang begitu lain. Topan lain datang begitu lain. Gelap lain datang begitu lain. Sunyi lain begitu datang sendiri tak bisa lain!) Simbol Simbol atau lambang merupakan unsur puisi yang menyatakan bahwa kata – kata dalam puisi bisa saja merupakan suatu lambang untuk maksud dan tujuan yang lain. 1.       Deny...